Bersama Kita Hentikan TB

Oleh : Luthfi Hanifah, S.Kep, Ners

Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan yang seringkali terjadi di Masyarakat. World Health Organization (WHO) menyampaikan bahwa jumlah penderita tuberkulosis pada tahun 2021 mencapai 10,6 juta kasus. Kasus terbanyak terjadi pada pria dewasa, yaitu 6 juta kasus, dan sisanya 3,4 juta kasus terjadi pada wanita dewasa, serta 1,2 juta kasus terjadi pada anak-anak. Jumlah tersebut mengalami kenaikan pada Tahun 2021 sekitar 600.000 kasus daripada tahun 2020. Dari 10,6 juta kasus tersebut, sebesar 6,4 juta (60,3%) orang telah mendapatkan pengobatan sedangkan 4,2 juta (39,7%) kasus belum ditemukan (Trijaniarti, Gustina, Ekawati, & Wahyudi, 2024).  

Tuberkulosis dapat sembuh dengan pengobatan teratur sesuai dengan program pengobatan. Akan tetapi, fakta di lapangan banyak penderita tuberkulosis tidak menjalankan pengobatan dengan teratur sehingga penderita tidak sembuh. Program pengobatan tuberculosis terhitung cukup lama yaitu dilakukan dalam waktu sekitar 6-8 bulan. Hal ini menyebabkan penderita tuberkulosis mengalami kejenuhan dalam pengobatan. Kepatuhan dalam pengobatan tuberkulosis sangat penting dilakukan. Apabila penderita tidak melakukan pengobatan dengan teratur maka berisiko mengalami kegagalan sehingga harus menjalani pengobatan dari awal (Kemenkes RI, 2018). 

Ketidakpatuhan pengobatan dapat meningkatkan resiko penularan tuberkulosis kepada orang lain. Pengobatan yang dihentikan sebelum selesai menyebabkan bakteri tetap hidup, resistensi terhadap obat tuberkulosis, dan berisiko menginfeksi tubuh. Kasus resistensi obat tuberkulosis di Indonesia pada Tahun 2021 mencapai 8.268 kasus (33%), dan pada Tahun 2022 naik menjadi 12.531 kasus (51%) (Supriadi, Kamil, Pramudia, & Saripah, 2024). Tingginya kasus tersebut, Pemerintah berupaya untuk mengurangi angka kasus tuberkulosis di Indonesia Tahun 2030. Hal ini dilakukan melalui program Sustainable Development Goals (SDG’s) dengan tujuan mengurangi kasus tuberkulosis di dunia Tahun 2035 dan bebas dari kasus tuberkulosis Tahun 2050 (Supriadi, Kamil, Pramudia, & Saripah, 2024). Program tersebut dapat tercapai apabila dilaksanakan bersama oleh berbagai pihak salah satunya dengan mengikutsertakan masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat penting dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan dalam menanggulangi tuberkulosis melalui kader, tokoh masyarakat, serta organisasi kemasyarakatan. Tujuannya dari pemberdayaan masyarakat tersebut yaitu mengembangkan kemampuan masyarakat seperti kemampuan dalam mencari informasi dan melakukan kegiatan yang berhubungan dengan penanggulangan tuberculosis. Selain itu, pemberdayaan masyarakat juga bertujuan untuk mengubah perilaku dan mengorganisir masyarakat. Pemberdayaan Masyarakat dapat dilakukan oleh kader kesehatan dalam bentuk peningkatan pengetahuan, demonstrasi tindakan, pengawasan pengobatan, serta pendampingan keluarga.

Bentuk dari pemberdayaan masyarakat salah satunya dengan memberikan edukasi baik kepada individu, keluarga, kelompok atau kader, dan masyarakat. Edukasi yang dapat diberikan diantaranya edukasi bahaya merokok, promosi gaya hidup sehat, pencegahan penyebaran dengan mewujudkan ventilasi udara yang baik (Ramona, et al., 2025). Pemberian edukasi diharapkan dapat menciptakan kesadaran dan kemampuan dalam memutus rantai penularan penyakit tuberculosis (Trijaniarti, Gustina, Ekawati, & Wahyudi, 2024). Selanjutnya, pemberian edukasi diharapkan dapat mengubah perilaku agar penderita tuberkulosis dapat patuh terhadap pengobatan. Proses mengubah perilaku menjadi patuh dan mandiri terhadap pengobatan tentunya melalui proses pembelajaran yang panjang. Penderita tuberculosis yang mengikuti proses belajar dengan baik akan mendapat kemampuan yang baik dalam mengambil keputusan khususnya pengobatan.

Keberhasilan dalam pengobatan tuberkulosis melibatkan banyak aspek salah satunya kepatuhan pengobatan. Kepatuhan dalam proses pengobatan tuberkulosis meliputi kepatuhan minum obat sesuai dosis, waktu, dan frekuensi. Kepatuhan minum obat sangat penting dilakukan untuk mencegah kekambuhan, munculnya komplikasi, atau bahkan kematian. Pengobatan tuberkulosis dapat mencapai waktu yang cukup lama yaitu sekitar 6-8 bulan. Selain itu, pemenuhan gaya hidup sehat, menjaga lingkungan, menerapkan etika batuk, serta pemberian dukungan turut mengoptimalkan keberhasilan pengobatan tuberkulosis dan dapat menghentikan penyebaran tuberkulosis. Oleh karena itu, upaya mencapai keberhasilan pengobatan tuberkulosis membutuhkan peran berbagai pihak tidak hanya penderita saja melainkan juga keluarga, kader, dan masyarakat.

 

Sumber :

Ramona, F., Sutedjo, M. B., Prameswari, E., Widyatmoko, Y. P., Andini, P. D., Adzhani, M. P., & Kumala, A. A. (2025). Penyuluhan Individu (Keluarga) tentang Tuberkulosis dan Merokok sebagai Upaya Pencegahan Tuberkulosis di Desa Kagokan Kecamatan Gatak. Jurnal Pengabdian Nusantara, 126-131.

Supriadi, S., Kamil, M., Pramudia, J. R., & Saripah, L. (2024). Pendampingan Keluarga untuk Meningkatkan Kepatuhan Pasien dalam Penanganan Tuberkulosis Paru. Jurnal Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan , 394-406.

Trijaniarti, E., Gustina, E., Ekawati, D., & Wahyudi, A. (2024). Analisis Faktor yang berhubungan dengan Tindakan Pencegahan Tuberkulosis di RSUD Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin. Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi, 377-384.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *