HIV-AIDS DAN GANGGUAN JIWA

Oleh : PKRS

HIV adalah virus yang menyerang dan mengubah sistem kekebalan tubuh. Tanpa pengobatan dan perawatan yang baik, kondisi ini perlahan akan berubah menjadi tahapan yang dikenal sebagai AIDS. Mendapatkan diagnosis HIV positif dan bertahan hidup dengan HIV kemungkinan akan memengaruhi kesehatan jiwa seseorang. Kesehatan jiwa merujuk pada kondisi keseluruhan seseorang dari sisi kognitif, psikologis, dan sosial. Kondisi cemas, stres, depresi, termasuk menghadapi stigma dan diskriminasi yang diperoleh bukanlah hal yang mudah.

Dalam perkembangan waktu, individu yang hidup dengan HIV dan AIDS, para dokter, peneliti dan pekerja LSM seluruh dunia semakin lantang menekankan adanya risiko kesehatan jiwa. Ini penting baik dalam konteks pencegahan, pengobatan maupun dukungan dalam bentuk kepedulian.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kesehatan jiwa mengacu pada keadaan sejahtera tiap individu agar bisa memaksimalkan potensi mereka sendiri. WHO menekankan bahwa memperoleh kondisi kesehatan jiwa yang baik adalah salah satu hak asasi manusia, dan ada ungkapan yang mengatakan kesehatan tidak akan ada bila kesehatan jiwa tidak diperhatikan (there is no health without mental health).

Gangguan jiwa (mental health disorder) adalah serangkaian kondisi yang mengganggu suasana hati, pikiran, dan perilaku maupun cara orang berinteraksi dengan orang lain. Kondisi ini bervariasi dari ringan, sedang, atau berat.

Pada akhir tahun 2020, diperkirakan ada 37,6 juta orang yang hidup dengan HIV di seluruh dunia. Menurut National Institute of Mental Health (NIMH), orang yang hidup dengan HIV mempunyai kemungkinan lebih besar mengalami kesedihan yang berkelanjutan, atau biasa disebut dengan depresi.

Orang yang hidup dengan HIV kemungkinan mengalami stres karena adanya hambatan dalam mengakses bantuan medis. Stigma yang diberikan masyarakat, serta diskriminasi yang kemudian dialami juga sangat berpengaruh dalam memperburuk kondisi kesehatan jiwa. Bagi yang baru menerima hasil tes HIV yang mengkonfirmasikan status yang reaktif, tentunya berhadapan dengan situasi dan pengalaman yang baru. Kondisi ini diperparah dengan belum mumpuninya pengetahuan terkait dengan layanan yang ramah bagi orang yang hidup dengan HIV, meningkatkan kerentanan seseorang tidak melanjutkan  pengobatannya karena masih ada ketakutan menghadapi sikap yang menstigma dari lingkungan.

Pengobatan antiretroviral (ARV) juga bisa memunculkan efek samping terhadap kondisi kesehatan jiwa. Kejenuhan dan kebosanan untuk patuh pada pengobatan menumbulkan reaksi perasaan tidak menentu, yang terkadang diikuti rasa marah dan penyangkalan.

Para ODHA perlu minum obat seumur hidup untuk menjaga kondisi kesehatannya dengan baik. Tidak heran mereka lebih rentan terhadap gangguan jiwa salah satunya adalah depresi. Depresi merupakan gangguan paling paling banyak yang terjadi pada penderita HIV, selain itu juga berpotensi mengalami gangguan yang lain seperti: stres pascatrauma, bipolar, gangguan cemas, maupun demensia. Agar penderita HIV dapat menjalani hidup dengan sehat secara fisik maupun jiwanya, berikut panduan untuk menjaga kesehatan jiwa bagi penderita HIV.

  1. Menerapkan pola hidup sehat

Pola hidup sehat dapat berupa minum obat secara teratur sesuai anjuran dan dosis yang diberikan. Pengobatan ini dilakukan secara teratur untuk menekan jumlah virus HIV agar kekebalan tubuh dapat tetap terjaga. Selain itu, menjaga pola makan sehat dengan mengkonsumsi makanan yang seimbang dan kaya nutrisi dapat meningkatkan kekebalan tubuh ODHA, meringankan gejala atau penyakitnya dan mencegah komplikasinya. Selanjutnya, rutin berolahraga agar dapat meningkatkan kebugaran dan kekebalan tubuh, hindari rokok dan minum alkohol, serta menjaga kebersihan diri.

  1. Teknik relaksasi

Apabila merasa stres, cemas atau depresi secara terus menerus, perlu membuat tubuh menjadi santai dan tenang dengan cara belajar yoga, berendam air hangat, menulis buku harian, berjalan-jalan, membaca buku kesukaan, dan lain-lain. Selain itu, dapat juga melakukan meditasi. Teknik meditasi ini berfokus pada perhatian dan kesadaran diri secara penuh.

  1. Mengelola hubungan dengan keluarga

Keluarga mungkin juga harus menghadapi rasa lelah dan kesedihan yang mendalam, tidak hanya dialami oleh individu dengan HIV namun seluruh keluarga juga dapat terkena dampaknya. Hal ini berpotensi menambah beban perawatan dan menyebabkan masalah ekonomi serta keuangan bertambah. Bila memungkinkan ajaklah keluarga mengikuti kegiatan terkait HIV. Seperti seminar dan diskusi, menonton penjelasan HIV melalui youtobe atau media sosial lainnya.

  1. Bergabung dengan komunitas

Bergabung dengan komunitas peduli HIV dapat membuat orang dengan HIV saling bertemu dan berbagi, dapat bertukar cerita dan pengalaman sehingga bertambah kuat dan semangat dalam menjalani hidup. Mendapatkan diagnosis positif HIV bisa membuat seseorang merasa takut, terpukul, dan putus asa padahal diagnosis ini bukanlah akhir dari segalanya. Seseorang tetap dapat menjalani kehidupan seperti orang-orang lain, selama terus melaksanakan pengobatan secara eratur.

Orang dengan HIV juga perlu kontrol rutin ke dokter untuk memantau kondisinya, dan yang tak kalah penting adalah adalah merawat kesehatan jiwa agar tetap semangat menjalani pengobatan.

Sumber :

Spiritia (2022) SERI BUKU HIV DAN AIDS : HIV DAN KESEHATAN MENTAL. Jakarta Pusat