Oleh : dr. Andyazgo MS Isnandi, MMR
Data Kemenkes tahun 2021 menunjukkan sekitar 20% penduduk Indonesia mengalami masalah kesehatan jiwa, mulai dari tingkat ringan hingga berat. Sebagai perbandingan, 1 dari 5 orang diperkirakan mengalami masalah kesehatan jiwa, mulai dari depresi, kecemasan, hingga gangguan yang lebih serius. Dengan banyaknya masalah kesehatan jiwa yang terjadi, ini menandakan pentingnya perhatian yang lebih besar terhadap kesehatan jiwa di masyarakat, serta pentingnya perluasan akses untuk layanan penanganan masalah kesehatan jiwa.
Kemenkes juga memaparkan terdapat beberapa faktor risiko gangguan kesehatan jiwa, seperti:
- Faktor Genetika – Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan mental atau memiliki kelainan senyawa kimia pada otak dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental.
- Faktor Fisik – Gangguan fisik (terutama cedera pada kepala) dapat mempengaruhi kinerja otak yang mengendalikan perilaku/ kondisi mental. Begitupun bila mengalami gangguan fisik lainnya, termasuk akibat kekerasan fisik.
- Faktor Ekonomi – Mengalami kerugian secara ekonomi, seperti kehilangan pekerjaan atau kemiskinan, dapat berujung pada stress dan gangguan kecemasan berlebihan.
- Faktor Sosial – Mengalami diskriminasi, stigma, atau tinggal di lingkungan kerja yang buruk (termasuk tempat kerja) juga dapat membuat seseorang merasa terisolasi dan depresi.
Kesejahteraan di Tempat Kerja (Workplace Well-being)
Kesejahteraan di Tempat Kerja (Workplace Well-being) adalah kesejahteraan yang dirasakan oleh pegawai yang dipengaruhi oleh adanya kepuasan terhadap aspek-aspek dalam pekerjaannya, yang terdiri dari perasaan pekerja secara umum (core affect) dan nilai kerja (work values) atau aspek-aspek penting yang ada dalam pekerjaannya (Page, 2005). Tujuannya adalah untuk melengkapi langkah-langkah keselamatan pekerja untuk memastikan pekerja aman, sehat, puas dan terlibat di tempat kerja (Harnois & Gabriel, 2000). Workplace Well-being menjadi salah satu alasan utama pegawai untuk tetap bertahan pada pekerjaannya dan dapat mengurangi kelelahan (burnout) di tempat kerja.
Berikut beberapa faktor yang dapat mempengaruhi Kesejahteraan di Tempat Kerja (Workplace Well-being):
- Perilaku di Tempat Kerja – Perilaku di tempat kerja memiliki dampak langsung terhadap produktivitas dan masalah kesehatan jiwa karyawan. Lingkungan kerja yang positif, di mana komunikasi efektif, penghargaan diberikan, dan kolaborasi didorong; akan meningkatkan produktivitas secara keseluruhan.
- Budaya Kerja – Terkait dengan nilai-nilai dan norma-norma bersama dalam suatu organisasi, membentuk identitas dan cara kerja suatu organisasi atau perusahaan yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan.
- Motivasi Karyawan – Berfokus pada faktor-faktor yang mendorong keterlibatan dan kepuasan karyawan yang berkaitan penting dengan produktivitas perusahaan.
Berikut beberapa peran perusahaan terhadap Kesejahteraan di Tempat Kerja (Workplace Well-being):
- Desain Pekerjaan – Menyesuaikan peran atau jabatan yang diemban karyawan agar selaras dengan kekuatan karyawan.
- Participative Decision Making – Melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan penting akan menumbuhkan komitmen dan rasa memiliki tethadap peran atau Keterlibatan jabatan yang diemban karyawan.
- Employee Needs – Memperhatikan kebutuhan holistik pekerja akan menumbuhkan lingkungan yang dapat mendukung, peran atau jabatan yang diemban karyawan.
- Leadership Support – Kepemimpinan yang penuh empati akan meningkatkan pengembangan karyawan dan mendorong pertumbuhan.
2. Mekanisme Umpan Balik – Menerapkan tinjauan kinerja secara teratur akan mendorong perbaikan berkelanjutan dan keterlibatan karyawan.
- Recognition of Work Results – Pemberian umpan balik dapat dapat menjadi media bagi perusahaan untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawannya.
- Regular Reviews – Konsistensi dalam umpan balik dapat memupuk peningkatan pada perusahaan dan membantu karyawan untuk mengetahui bagaimana kinerja mereka sehingga diharapkan dapat berpengaruh pada perkembangan karyawan.
- Survey and Assesment – Perusahaan dapat memanfaatkan alat untuk mengukur kepuasan dan keterlibatan karyawan secara efekiif, seperti: Kuesioner Stress Diagnostic Survey (SDS), Kuesioner Workplace Stress Scale (WSS)
- Pemberian Perhargaan – Mengakui kontribusi karyawan untuk meningkatkan semangat kerja dan memotivasi keunggulan kinerja lebih lanjut.
- Salary and Incentives – Pemberian gaji dan bonus yang sesuai dengan posisi pekerjaan yang dikerjakan karyawan dapat digunakan oleh pemimpin perusahaan untuk memotivasi karyawan dengan tujuan untuk membuat kinerja menjadi efektif dan efisien.
- Career Path – Adanya jenjang karir yang jelas membuat karyawan merasa lebih terikat dengan perusahaan. Mereka lebih cenderung bertahan dalam jangka panjang karena melihat prospek perkembangan karir yang baik, sehingga perusahaan dapat mengurangi biaya rekrutmen dan pelatihan untuk menggantikan karyawan yang keluar.
Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan perusahaan untuk menjaga kesehatan jiwa karyawannya:
- Berikan Asuransi Kesehatan Jiwa – Perusahaan dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan para karyawan untuk melakukan perawatan kepada ahlinya.
- Membentuk Program Bantuan Konseling untuk Karyawan – Perusahaan dapat membuat program internal perusahaan berupa bantuan konseling untuk karyawan yang menmiliki masalah pribadi dan atau terkait pekerjaan.
- Pertolongan Pertama Kesehatan Jiwa Karyawan – Perusahaan dapat mempekerjakan seorang profesional sebagai staf untuk mendukung karyawan ketika mereka merasa tidak baik-baik saja secara mental. Jika tidak dapat mempekerjakan seorang profesional, karyawan yang sudah ada di perusahaan dapat dilatih untuk memahami hal tersebut.
- Membuat Pelatihan tentang Kesehatan Jiwa – Perusahaan dapat mengadakan pelatihan untuk membangun kesadaran para staff terkait masalah kesehatan jiwa.
- Program Yoga/Meditasi dan atau Pembuatan Ruangan Khusus Pelepas Stres – Ini adalah beberapa program yang dapat diadakan perusahaan untuk menolong karyawan melepas stres agar mereka bisa tetap fokus.
- Buat Parameter Mengenai Jam Kerja – Idenya adalah untuk membantu terciptanya work life balance dan memberikan waktu pada karyawan untuk mengisi ulang energi mereka.
Pertolongan Pertama Psikologis/Psychological First Aid (PFA)
Terkait pertolongan pertama terhadap kesehatan jiwa karyawan, terdapat konsep berupa Pertolongan Pertama Psikologis/Psychological First Aid (PFA) yang dapat diberikan kepada karyawan yang sedang menderita atau memerlukan dukungan atas masalah kejiwaan yang mereka alami.
Berikut prinsip dari PFA:
- PFA bukan merupakan terapi, hanya penanganan awal.
- PFA bisa diberikan oleh siapa saja yang sudah memahami makna serta prinsip-prinsip yang tertera dalam PFA, terutama melalui pelatihan yang diberikan oleh tenaga kesehatan jiwa profesional.
- Sangat penting bagi para penolong untuk menjaga diri sendiri terlebih dahulu sebelum menolong yang lain. Pada saat memberikan pertolongan, menjaga kesehatan jiwa diri sendiri sebagai penolong merupakan hal yang utama.
- Mendengarkan aktif merupakan kunci utama penolong agar dapat memberikan PFA dengan lancar. Salah satu upayanya adalah dengan tidak memaksakan kehendak penyintas untuk menceritakan seluruh peristiwa yang mereka alami.
Kesimpulan
Penting untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi Workplace Well-being, peran perusahaan terhadap Workplace Well-being serta mengetahui cara pencegahan gangguan kesehatan jiwa pada karyawan yang bisa dilakukan oleh perusahaan untuk dapat menjaga kesehatan jiwa karyawannya.
Penulis merupakan dokter umum yang praktik di Rumah Sakit Khusus Puri Nirmala setiap hari Senin, Rabu, Jumat Pukul 09.00 – 16.00 WIB dan daftarkan diri anda untuk melakukan konsultasi melalui nomor pendaftaran +62 815-2461-7175 (RSK Puri Nirmala).
Referensi
· Cunningham, C. J. L., & Black, K. J. (2019). Essentials of Occupational Health Psychology. Routledge.
· Brymer, M., Jacobs, A, Layne, C., Pynoos, R., Ruzek, J., Steinberg, A, Vernberg, E., & Watson, P. (2006). (National Child Traumatic Stress Network) Psychological First Aid: Fields Operation Guide (2nd ed.). Retrieved from www.nctsn.org and www.ncptsd.va.gov
· Fridayanti, N., Kardinah, & Fitri, T. J. N. (2022). Peran workplace well-being terhadap mental health: Studi pada karyawan disabilitas. Fakultas Psikologi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
· Prabu, A. S. (2018). Pengaruh penghargaan dan motivasi terhadap kinerja karyawan (Studi pada Divisi Penjualan PT. United Motors Center Suzuki Ahmad Yani, Surabaya). Universitas Negeri Surabaya.
· Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2024). Gangguan Kesehatan Mental, Semakin Ngetren dan Perlu Diwaspadai. Diakses dari https://ayosehat kemkes.go.id/gangguan-kesehatan-mental
· Dwi Sulistyo (2010). Isu Kesehatan Mental di Tempat Kerja, Sudah saatnya HR Tidak Tutup Mata. Diakses dari https://community.linovhr.com/insight/isu-kesehatan- mental-di-tempat-kerja-vBrHJ